Hukum Pacaran Dalam Islam
Sebagaimana yang sudah disampaikan di kata pembuka di atas, segala bentul muamalahasalnya adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Dalam masalah pacaran ini, ternyata bisa kita dapati bahwasannya ada dalil di dalam al-Qur’an dan hadits yang melarangnya, ayat tersebut adalah;
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS Al-Isra:32)
Sedangkan haditsnya;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ ( رواه البخاري)
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya”. (Muttafaq Alaihi)
Dengan dasar kedua dalil tersebut, ditambah dengan pengertian pacaran menurut KBBI, maka bisa disimpulkan bahwa secara umum, pacaran dilarang di dalam Islam.
Allah dan Rasul-Nya telah mewanti-wanti kita semua agar tidak mendekati zina. Yang dipahami oleh para ulama, bukan berarti yang dilarang hanya “mendekati”nya saja, sedangkan zinanya adalah boleh. Bukan seperti itu, akan tetapi, mendekatinya saja dilarang, apalagi perbuatannya. Kita bisa dengan mudah memahaminya dengan ilustrasi sederhananya seperti ini;
Terdapat sebuah hutan terlarang di pinggir sebuah desa yang berisi orang-orang baik, kita sebut saja hutan itu dengan nama “hutan zina”. Hutan tersebut terkenal memiliki buah yang amat nikmat, yang tidak ditemukan selain di sana. Akan tetapi, rupanya di hutan yang sama, juga ada hewan buas yang sedang kelaparan, sehingga apabila ada manusia yang masuk ke dalam hutan tersebut, tentu saja ia akan dimakan oleh binatang buas itu.Maka, pemimpin desa yang tinggal di sekitar hutan tersebut pun memutuskan, untuk dibuat pagar berjarak 50 meter di sekeliling “hutan zina” itu. Wilayah yang dipagari tersebut dinamakan “pacaran”. Untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa, warga pun bersepakat bahwasannya tidak ada yang boleh memasuki wilayah “pacaran”. Apabila ada yang ternyata terbukti ketahuan memasuki wilayah tersebut, ia akan mendapatkan hukuman.Meski tidak setiap orang yang datang ke wilayah “pacaran” tersebut akan pergi ke “hutan zina”, akan tetapi ini adalah langkah untuk berjaga-jaga saja. Karena, mungkin saja orang yang pergi ke situ akan tergoda untuk mencicipi buah segar nan nikmat itu, sehingga ia akan masuk hutan terlarang tersebut yang berisi binatang-binatang buas.
Sekarang sudah paham mengapa Allah melarang pacaran? Sebetulnya ini demi kebaikan kita sendiri. Karena, ketika seseorang berzina, akan sangat banyak kerusakan yang terjadi. Baik itu dari fisiknya sendiri, keluarganya yang menanggung malu, anaknya yang tertular virus jika terkena hingga akhirnya hukuman yang amat berat menanti di akhirat, apabila ia tidak bertaubat. Sedangkan, perbuatan keji ini biasanya akan lebih mudah dilakukan oleh orang yang berpacaran.
Adakah “Pacaran Islami”?
Agama Islam ketika membuat sebuah larangan pastinya juga akan memberikan solusinya, termasuk dalam perkara pacaran ini. Pada ajaran agama Islam, rupanya juga dikenal istilah “pacaran islami”. Bagaimana yang dimaksud dengan “pacaran islami” ini? Berikut penjelasannya.
Pacaran islami yang dimaksud adalah pacaran yang dilakukan setelah menikah. Kembali ke pengertian pacaran menurut KBBI, “Pergaulan antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka”. Apabila hal tersebut dilakukan oleh pasangan yang belum menikah, tentu saja akan dihukumi haram karena berpotensi melakukan perbuatan zina.
Sedangkan, apabila pasangan tersebut sudah “sah”, maka hukum ini tidak lagi berdosa, bahkan berpahala. Nabi Muhammad SAW mengatakan, bahwa kemesraan yang dilakukan antara suami dan istri adalah termasuk sedekah dan mendapatkan pahala;
Dari Saad bin Abi Waqosh r.a berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Dan sesungguhnya jika engkau memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.“(Mutafaqun ‘Alaih).… Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)
Sehingga, apabila kita memang sudah mau dan mampu untuk menikah, segeralah lakukan. Akan tetapi, jika sudah ngebet tapi belum mampu, coba perbanyak berpuasa sunnah agar hawa nafsu lebih terjaga.
Komentar
Posting Komentar